- haroldhd2000
Playstation 5, Antara Jual Ginjal dan Ijin Pasangan?
Hi, selamat datang di blog HDT. Kali ini, di channel The Daily Driver kita akan membahas konsumerisme level lanjut dengan topik Playstation 5 (PS5) yang baru beberapa hari lalu soft launching. Serta merta hampir di seluruh timeline media sosial saya, rekan-rekan saya mencantumkan poster tentang PS5 lengkap dengan komentar yang beragam. Mari kita bahas.
Siapa sih yang gak kenal Playstation (PS) dan Playstation 5 (PS5)? sebuah mesin komputer untuk bermain game ke hampir semua kalangan dengan deretan game yang ciamik. generasi 90 an ke atas sangat familiar dengan hal ini. apalagi, yang masa kecil / remaja nya sangat menggandrungi mesin game seperti PS, Sega, Nintendo, dsb. Termasuk saya yang waktu kecil merengek - rengek minta di belikan orang tua mesin PS ini dengan iming - iming rajin belajar. Alhasil, main PS iya, raport kebakaran! tidak patut di contoh, namun itu fun fact nya.
Ya, fenomena PS5 yang beberapa hari lalu soft launching ini sangat menarik di bahas. Terlepas dari seberapa powerful mesin PS5 ini dan begitu banyak game list yang sudah ngantri untuk di publish untuk dimainkan, saya akan membahas PS5 ini dari sisi anda. Ya, anda yang berminat untuk membeli PS5 ini. Anda yang langsung posting di sosial media untuk menunjukkan bahwa anda berminat akan mesini ini.
kalau melihat dari teori - teori consumer behavior ada satu teori yang menurut saya sangat cocok akan fenomena PS5 ini. teori tersebut tidak lain adalah teori maslow. Bagi yang belum begitu familiar dengan teori tersebut dan hubungan nya dengan perilaku konsumen, akan saya coba bahas secara singkat. Teori Maslow, di kembangkan oleh Abraham Harold Maslow (hey, ada nama saya di sini. baru tau loh ini!) di mana beliau menjelaskan teori tentang hirarki kebutuhan seorang manusia. singkat nya motivasi seseorang dalam memenuhi kebutuhan nya, yang ujung - ujung nya mengkonsumsi sebuah hal. Dalam teori nya Maslow memecah motivasi / kebutuhan sesorang dalam 5 tahap yaitu :
Kebutuhan Fisiologis. Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik seperti makan, minum, dll.
Kebutuhan Akan Rasa Aman. Kebutuhan rasa aman atas sebuah perlindungan, kebebasan, penyakit, rasa cemas, bencana alam, dll. point nya, manusia akan mengkonsumsi hal-hal tertentu untuk menjamin kelangsungan hidupnya tetap aman. contoh seperti membeli asuransi.
Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang. Kebutuhan yang meliputi dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar dianggap sebagai warga komunitas sosialnya. Point nya, manusia ini akan melakukan pertemanan, bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dsb. puitis ya?
Kebutuhan Akan Penghargaan. kebutuhan atas ego dan keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise di antara kehidupan nya sebagai makhluk sosial. Pengen di pandang, pengen di akui. Itu prinsip dasar dari stage ini.
Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri. Tahap tertinggi, paling terhormat dari teori Maslow. tahapan yang menjelaskan atas ebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Keinginan untuk mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhan untuk dihargai terpenuhi.
Lalu, hubungan dengan PS5 apa? kenapa PS5 di sangkut pautkan dengan teori Maslow? Menurut saya, teori maslow tersebut di akomodir oleh PS5 dalam sudut pandang konsumen. Dalam terminologi saya, ada beberapa alasan kenapa orang ingin membeli PS5 walaupun mungkin terkadang tidak semua orang juga mengerti PS5 dan spesifikasi nya. Alasan tersebut sbb :
Gamer. Ya, yang beli memang murni gamer. personal gamer ataupun social gamer. Sekumpulan orang yang menganggap game itu selayaknya makanan. Gak bisa hidup tanpa game, tiada hari tanpa bermain game.
Business Gamer. sekumpulan orang yang membuat game mejadi mata pencaharian mereka ataupun sampingan. Terutama di segmen ini, pasti gamer tipe ini bener-bener hunting PS5 demi kelangsungan keuangan mereka. realistic one.
FOMO. Yep Fear of Missing Out, alias orang yang gak bisa ketinggalan atas hal yang lagi hype sekarang. Ngeliat PS5 lagi hype, di mention banyak orang, dia tetiba juga ikutan mention di social media nya tanpa tau PS5 itu seperti apa detailnya dan untuk memenuhi kebutuhan yang mana? Pokoknya, punya dulu aja. di mainin atau engga nya kumaha engke, alias liat nanti. Tipe orang yang sebenernya dari sisi long term business PS5 gak bagus. beli sekali, beli game beberapa setelah hype hilang, gak di sentuh PS5. Sayang, tying business nya PS5 gak jalan.
Impulse buyer. Tidak bisa di pungkiri PS5 dengan harga nya yang cukup kompetitif bisa membuat konsumen membeli produk ini tanpa rencana. Mungkin mendadak kesengsem karena melihat kualitas gambar yang sempurna di layar TV 4K yang ada di store terdekat.
Persepsi. Nah ini, yang paling kompleks. Persepsi yang di maksudkan adalah sebuah citra diri pribadi yang ingin di anggap oleh orang lain. singkat kata nya, mau di pandang seperti apa saya oleh orang lain? Alasan ini akan terbagi lagi menjadi beberapa hal seperti :
Persepsi yang menimbulkan value diri. Saya ingin di anggap bernilai kalau membeli PS5 ini? bernilai dari artian saya seorang expert dalam industri game atau saya di anggap seorang gamer yang serius, dsb.
Persepsi atas pencapaian tertentu. Yes, harga PS5 kalau di bandingkan dengan barang elektronik lain nya yang lagi hype seperti HP yang bisa di atas 1000 USD,
Dengan seluruh tipe pembeli di atas, sadarkah kita para early adaptor bahwa harga PS5 termasuk masuk akal? Ya, fenomena ini menarik dilihat karena psychological price electronic kita dah naik luar biasa. Coba bandingkan dengan alat elektronik lain nya, harga HP high end yang bisa tembus di atas 1000 USD dan tetep sold out, harga kamera elektronik yang bisa lebih dari 500 USD.
Yes, level konsumerisme kita dah luar biasa di titik elektronik. saya sih gak heran kalau PS5 ini bisa sangat sold out dan indent kaya Jimny.
Artinya, di titik ini psychological price electronic yang sudah merangsek ke atas, sadar enggak elemen pendukung nya juga harus yang high end, contoh TV harus 4K, game nya yang per game harga nya bisa mencapai juta an rupiah. Hal-hal tersebut menasbihkan ya kalau yang beli PS5 tetep sultan. Kan gak mungkin beli PS5 dan cuma beli 1 atau 2 game sampe keluar lagi PS6. Kalau anda gak sultan, ya silahkan jual ginjal dulu biar bisa langsung beli (satire mode on, jangan serius amat baca nya!).
Jadi, kalau di bandingkan dengan teori Maslow, maka PS5 masuk ke dalam kebutuhan manusia di level 1, 4 dan 5. unik ya, PS5 bisa memenuhi level paling dasar dan level paling atas dari teori tersebut. mungkin itulah kenapa PS5 bisa sangat laku.
Terlepas dari seluruh motif pembelian yang ada, salah satu yang paling menarik perhatian adalah perilaku calon pembeli yang rata - rata pria dan seperti nya sudah memiliki pasangan. banyak di tunjukkan di media sosial bahwa mereka harus bersusah payah mendapatkan ijin pasangan untuk bisa membeli PS5. Sebenarnya, di kalangan calon pembeli tersebut, mereka tidak perlu menjual ginjal untuk membeli PS5, toh mereka memiliki purchase power yang cukup untuk membeli PS5. Ada satu elemen di luar diri yang lebih kuat dari keadaan ekonomi, yaitu pasangan (baca : Istri). apakah para pria yang mencantumkan Istri dalam proses pembelian PS5 menasbihkan persepsi tertentu? Apakah mereka para ISTI? Atau mereka secara tidak langsung menggambarkan emansipasi wanita? Menarik untuk di cari tau lebih lanjut, beruntung saya tidak perlu minta ijin untuk beli PS5.
Happy gaming folks!
